Raja Ban Ini Juga Merupakan Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia.
Pusaran kasus BLBI menjerat nama seorang taipan bisnis
Indonesia: Sjamsul Nursalim. Mungkin, ada benarnya kata pepatah yang
menyebut bahwa semakin tinggi sebuah pohon maka semakin kencang angin
menerjang. Akan tetapi, di luar kasus yang membelitnya, mari kita tengok
pelajaran apa yang bisa kita dapat dari seorang pebisnis yang mengawali
perjalanan bisnisnya dari Gajah Tunggal, industri ban yang jaman dulu
tidak banyak dilirik orang lain, hingga kini telah membuka 13 ribu
(2012) lapangan kerja bagi masyarakat dengan tingkat loyalitas pekerja
yang tinggi, yakni 15-20 tahun.
Kadang, barang komplementer menyimpan potensi besar. Pebisnis harus terampil melihat celah ini.
Sjamsul memulai bisnis ban sepeda pada tahun 1951. Kemudian, ia mengambil alih NV Hok Thay Hin, sebuah pabrik ban di Jakarta Utara. Di sinilah, Nursalim mempraktekkan ilmu ekonomi bisnis yang didapatnya dari Watford College of Technology, London. NV Hok Thay Hin berganti nama menjadi PT Gajah Tunggal. Memang, pada awal tahun 1950-an sampai tahun 1970-an, sepeda adalah mode transportasi yang paling populer di masyarakat. Namun, pada tahun tersebut, bisa dibilang cukup terlambat ketika ingin memproduksi sepeda sendiri. Karena di Eropa, sepeda sudah populer sejak seabad lalu. Maka logikanya, ban adalah barang komplementer dengan potensi yang besar. Selain masih sedikit kompetisi, seiring dengan semakin banyaknya barang utama digunakan, maka akan semakin meningkat permintaan barang komplementer.
Milyuner yang Membuat Ban Asli Indonesia Mendunia [Studentpreneur]
Pasar juga akan selamanya berubah. Pebisnis juga harus piawai melihat tren.
PT Astra Honda Motor (AHM) adalah pelopor industri sepeda motor di Indonesia. Ia berdiri pada 11 Juni 1971, dan sejak saat itu, mulailah peredaran motor di Indonesia. Melihat tren ini, 2 tahun kemudian, Gajah Tunggal melebarkan sayapnya dengan menggandeng IRC atau Inoue Rubber Company, sebuah perusahaan asal Jepang yang telah lebih dulu memproduksi ban motor sejak tahun 1952.
Meningkatkan kualitas dengan membandingkan diri pada tingkat kompetisi yang lebih tinggi.
“Terus terang, saya kagum dengan cara bisnis Jepang,” kata Nursalim. Bukan hanya Jepang, Nursalim kerap membandingkan kualitas produksinya dengan buatan luar negeri. Di bawah kendali Nursalim, GT Radial berkembang pesat dan menjadi pesaing utama Goodyear dan Bridgestone. Gajah Tunggal masuk dalam 20 produsen ban terbesar di dunia. Budaya ini yang tampaknya kemudian terus diserap oleh Gajah Tunggal. Sekarang, produksinya telah menjangkau ke 90 negara. Bahkan, Catharina Widjaja, direktur Gajah Tunggal menyebut bahwa banyak warga Filipina yang menduga kalau GT Radial adalah brand mereka, sejak Anda dapat dengan mudah menemukannya di sana. Tahun 2010 silam, mereka meluncurkan Champiro Eco, ban ramah lingkungan pertama di Indonesia.
“Kami mendesain ban ini (Champiro Eco) untuk pasar Eropa, khususnya untuk memenuhi standar lingkungan di sana,” ungkap Christopher Siew Choong Chan, presiden direktur Gajah Tunggal. “Kami ingin masyarakat Indonesia tahu bahwa barang-barang buatan Indonesia bisa setara dengan kualitas dunia.”
Ekspansi.
“Kalau kita mau terkenal, ya, harus ekspansif,” kiat Nursalim. Seperti taipan pada umumnya, Nursalim sangat agresif memburu peluang. Pada 1977, Gajah Tunggal mulai berekspansi. Nursalim juga mempunyai pabrik cat, industri kabel, properti, pabrik kimia, tambak udang, perkebunan, tambang batu bara. Nursalim mulai menapaki bisnis perbankan dengan mengambil alih Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang hampir sekarat karena terlilit utang besar dan banyak nasabahnya yang kabur. Ia juga mendirikan bisnis patungan dengan nama PT Rajawali Wira Bhakti Utama. Kala itu, perusahaan ini memegang 20 persen saham RCTI. Pada 1991, Grup Rajawali mengambil alih pengelolaan PT Bentoel, yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Selain itu, Nursalim juga disebut-sebut memiliki saham di perusahaan milik keponakannya, yaitu Mitra Adiperkasa, sebuah perusahaan ritel untuk merek kelas menengah atas seperti Starbucks, Zara, Burger King, Reebok, Calvin Klein, Mark and Spencer, dan Kidz Station. Meski Ratih D. Gianda, Kepala Grup Hubungan Investor Mitra Adi Perkasa, membantah adanya kaitan antara Mitra Adi Perkasa dengan Sjamsul Nursalim.
Begitu pula dengan Gajah Tunggal. Perusahaan produsen ban terbesar di Asia Tenggara dengan omset penjualan melebihi $1,3 milyar ini menyanggah bahwa mereka masih memiliki hubungan dengan Sjamsul Nursalim. Mungkin hal ini terkait dengan kasus yang melilitnya. Namun apalah artinya pengakuan bagi seorang Nursalim yang telah sukses membuat ban asli indonesia melanglang buana ke dunia.
Jadi Sobat Studentpreneur, menurut Anda, apa lagi yang bisa Anda dapatkan dari figur seorang Sjamsul Nursalim? Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur.
Source
No comments:
Post a Comment